Pengusaha: Cuti Melahirkan 6 Bulan Tambah Beban Baru
Money Now21- Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI mengesahkan Rancangan Undang-Undang Kesejahteraan Ibu dan Anak (RUU KIA) yang menetapkan cuti melahirkan selama 6 bulan pada Fase 1.000 Hari Pertama Kehidupan, pada Selasa (4/6/2024).
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO), Shinta W Kamdani, menyatakan dukungannya terhadap upaya pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak.
Program ini sejalan dengan upaya APINDO untuk menurunkan angka stunting di Indonesia.
Dampak pada Dunia Usaha
Meski demikian, Shinta mengungkapkan kekhawatirannya terkait beban baru yang mungkin ditanggung oleh dunia usaha akibat aturan cuti melahirkan selama 6 bulan.
Menurutnya, perlu ada dialog sosial yang efektif antara pekerja dan pengusaha serta kebijakan yang jelas dalam Peraturan Perusahaan (PP) atau Perjanjian Kerja Bersama (PKB).
Ini bertujuan agar aturan baru dapat diimplementasikan dengan baik tanpa mengganggu operasional bisnis.
Peran Pemerintah dalam Kesejahteraan Ibu dan Anak
Shinta juga menekankan pentingnya peran pemerintah dalam menyediakan fasilitas kesehatan yang memadai dan berkualitas.
Peningkatan ketersediaan dan kualitas pelayanan kesehatan primer melalui fasilitas Puskesmas dan pelayanan poliklinik swasta yang didukung oleh rumah sakit pemerintah dan swasta adalah langkah penting untuk mendukung kesejahteraan ibu dan anak.
Rincian UU KIA tentang Cuti Melahirkan
UU KIA menjamin ibu bekerja yang mengambil cuti melahirkan selama 6 bulan tetap mendapatkan gaji.
Pasal 4 Ayat (3) huruf a menyebutkan bahwa cuti ini terdiri dari 3 bulan pertama secara penuh dan 3 bulan berikutnya jika terdapat kondisi khusus yang dibuktikan dengan surat dokter.
Pasal 5 Ayat (2) menjelaskan ketentuan pembayaran upah selama cuti melahirkan, yaitu penuh untuk 3 bulan pertama, penuh untuk bulan keempat, dan 75 persen untuk bulan kelima dan keenam.
Syarat Tambahan Cuti Melahirkan
Cuti tambahan 3 bulan diberikan kepada ibu yang mengalami kondisi khusus seperti gangguan kesehatan atau komplikasi pascapersalinan, serta ibu yang melahirkan anak dengan masalah kesehatan.
Kondisi ini diatur dalam Pasal 4 Ayat (5), yang menyebutkan bahwa cuti tambahan hanya diperuntukkan bagi ibu dengan kondisi khusus yang mengalami gangguan kesehatan atau komplikasi.
Kesimpulan
Dengan adanya UU KIA, diharapkan kesejahteraan ibu dan anak dapat lebih terjamin.
Namun, pelaksanaannya perlu dipersiapkan dengan baik agar tidak mengganggu keberlangsungan operasional bisnis.
Pemerintah diharapkan dapat mendukung dengan penyediaan fasilitas kesehatan yang memadai, serta memastikan dialog sosial yang efektif antara pekerja dan pengusaha untuk mencapai kesepakatan yang adil dan menguntungkan bagi semua pihak.
