Kebijakan Moneter BI dalam Menghadapi Ketidakpastian Ekonomi Global
Money Now21- Kondisi ekonomi global masih dibayangi ketidakpastian tinggi menjelang akhir 2024.
Para ekonom memperkirakan situasi ini akan terus berlanjut hingga 2025.
Menurut proyeksi IMF, pertumbuhan ekonomi global diprediksi tetap lemah, hanya mencapai 3,2 persen pada 2024 dan 3,3 persen pada 2025.
Berbagai faktor turut mempengaruhi ketidakpastian ini, seperti dampak pandemi COVID-19 yang masih dirasakan beberapa negara serta gangguan pasokan energi di Eropa akibat konflik Rusia-Ukraina.
Selain itu, ketegangan geopolitik di Timur Tengah yang terus meningkat dan perang Rusia-Ukraina yang belum usai membuat investor cenderung beralih ke aset safe haven seperti dolar AS dan emas.
Transformasi digital yang cepat di sektor manufaktur juga turut menambah ketidakpastian, karena perubahan ini berdampak pada penurunan jumlah pekerjaan di sektor produksi dan kenaikan angka pengangguran.
Ketidakpastian Kebijakan The Fed
Faktor lain yang berpengaruh besar terhadap ekonomi global, termasuk Indonesia, adalah kebijakan moneter Federal Reserve (The Fed) yang kerap sulit diprediksi.
Sejak 2022, The Fed telah menaikkan suku bunga ke level tertinggi dalam 23 tahun terakhir untuk menekan inflasi hingga target 2 persen.
Pada Mei 2024, pejabat senior The Fed menyampaikan bahwa suku bunga kemungkinan perlu dipertahankan di level tinggi lebih lama, meskipun pada September 2024, The Fed secara mengejutkan menurunkan suku bunga untuk pertama kalinya dalam lebih dari empat tahun.
Penurunan suku bunga tersebut menandakan awal dari pelonggaran kebijakan yang sebelumnya agresif.
CME Group Inc. bahkan memproyeksikan kemungkinan The Fed akan kembali memangkas suku bunga pada November mendatang.
Meski demikian, Ketua Fed Jerome Powell berencana melakukan penurunan secara hati-hati, dengan potensi pemangkasan seperempat poin pada pertemuan Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) di awal November.
Dampak Kebijakan The Fed terhadap Indonesia
Kebijakan The Fed memiliki dampak signifikan bagi ekonomi Indonesia, mengingat tingginya ketergantungan terhadap arus modal global dan fluktuasi mata uang.
Kenaikan suku bunga The Fed meningkatkan biaya impor komoditas seperti bahan bakar dan pangan, yang berpotensi memicu inflasi domestik.
Selain itu, kebijakan ini juga mendorong investor asing mempertahankan dolar AS mereka, yang dapat menyebabkan depresiasi rupiah.
Namun, saat The Fed menurunkan suku bunga pada September, hal ini memicu penguatan nilai tukar baht Thailand dan rupiah Indonesia terhadap dolar AS.
Kondisi ini mendukung pergerakan positif di berbagai sektor ekonomi seperti manufaktur, konsumsi, dan pariwisata.
Langkah Strategis Bank Indonesia
Bank Indonesia (BI) telah mengambil tindakan proaktif untuk menghadapi ketidakpastian global, termasuk memangkas suku bunga acuan sebesar 25 basis poin menjadi 6 persen, pemotongan pertama sejak 2021.
Keputusan ini disambut positif oleh kalangan bisnis, karena kebijakan moneter AS berdampak langsung pada perekonomian Indonesia.
BI dapat merespons penurunan suku bunga The Fed dengan mengoptimalkan kebijakan moneter, makro-prudensial, serta sistem pembayaran.
Langkah lain mencakup peningkatan koordinasi dengan Kementerian Keuangan untuk pengendalian inflasi dan pelaksanaan reformasi struktural.
Untuk menjaga stabilitas, BI juga dapat mencairkan pinjaman likuiditas ke bank, membeli obligasi pemerintah jangka panjang, serta memperpanjang pelonggaran rasio loan-to-value (LTV) dan financing-to-value (FTV) kredit.
Dalam menghadapi dampak ketidakpastian ekonomi global, BI juga berfokus pada stabilitas pasokan dan distribusi pangan, memperkuat sinergi Tim Pengendalian Inflasi Pusat dan Daerah (TPIP-TPID), serta memperkuat komunikasi dan koordinasi untuk menjaga ekspektasi inflasi.
Dengan langkah-langkah strategis ini, diharapkan ekonomi Indonesia dapat terus tumbuh secara positif meskipun menghadapi tantangan dari ketidakpastian ekonomi global.
